POJOKSORONG.COM – Sorong – Bentrok maut yang mengakibatkan pemuda inisial WES (21) tewas di Kota Sorong, Papua Barat Daya diduga karena kesalahpahaman antar dua kelompok. Ibunda korban WES, Salomina Ronggamusi Watori menegaskan anaknya tidak terlibat dalam peristiwa itu. Korban, hanya sedang nongkrong di pangkalan ojek saat terjadi penyerangan.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (15/2/2025) di kompleks Kampung Uka, Kampung Baru, Kota Sorong. Kejadian itu mengakibatkan 3 korban, 1 meninggal dunia inisial WES dan dua korban lainnya luka-luka.
“Di hari Sabtu itu, sejak pagi hingga sore hari anak kami berada di dalam rumah ini. Dia sempat keluar sore hari bersama kakaknya ke salah satu mall untuk membeli ayam. Selanjutnya, mereka pulang ke rumah dan dia meminta bapaknya untuk masak nasi, lalu dia yang marinasi ayam dan goreng untuk kita makan malam,” ujar Ibunda korban, Salomina Ronggamusi Watori kepada awak media, Kamis (20/2/2025).

Salomina menambahkan setelah makan bersama, korban meminta izin untuk nongkrong bersama teman-temannya di pangkalan ojek dekat kompleks tersebut. Sempat terdengar ada keributan, sambung Salomina namun anaknya tersebut mengaku itu permasalahan orang lain.
“Lalu dia bilang mau keluar duduk di pangkalan ojek depan kompleks. Katanya ada massa (penyerangan) dan bapaknya sudah telpon dia (korban) pulang, dia bilang saya duduk-duduk saja karena ini bukan masalah kita, itu orang di jalan semberang yang punya masalah,” ujarnya seraya menirukan jawaban anaknya.
Beberapa saat kemudian, tambah Salomina massa melakukan penyerangan dengan membawa senjata tajam ke arah tongkorongan anaknya, kemudian anaknya lari. Nahasnya, korban terjatuh lalu diserang dengan sajam sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
“Tiba-tiba massa jalan dengan membawa alat tajam, anak-anak yang duduk di situ kemudian lari dan dia (korban) juga ikut lari, lalu dia jatuh dan di kena (tikam) pakai alat tajam itu. Saya tahu dia meninggal
sekitar pukul 23.30 WIT,” terangnya.
Salomina membeberkan, anak bungsunya itu merupakan anak yang baik dalam pergaulan. Korban juga sedang menempuh pendidikan di salah satu kampus dan sudah semester akhir. Korban, diketahui anak kelima dan merupakan putra satu-satunya. Salomina juga membantah bahwa anaknya itu sedang mabuk.
“Dia orangnya bergaul dengan baik dan punya banyak teman, dia sehari-hari di rumah saja, keluar juga hanya saat kuliah atau di ajak temannya. Tidak benar saat kejadian itu dia (korban) mabuk. Karena, 1 hari itu dia ada di rumah dan tidak kemana-mana, hanya pergi beli ayam dan pulang lalu masak ayam dan makan bersama dan dia keluar lagi hanya duduk di pangkalan depan saja,” bebernya. Salomina berharap, para pelaku dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Untuk pelaku, kami berharap pelaku ditahan dan diproses sesuai dengan hukuman dan kami punya Tuhan yang mengadili siapapun,” tegasnya
Sementara itu, Kepala Forum Lintas Suku Orang asli Papua Sorong Raya, Yeheskiel Garfi menambahkan pihaknya akan mengkawal kasus tersebut hingga mendapat kepastian hukum.
“Kami ikuti prosesnya dikawal oleh kami Lintas Suku bersama keluarga korban dan sampai saat ini prosesnya belum selesai dengan baik. Untuk itu kami menegaskan siap mengkawal sampai dengan selesai,” ujarnya.
Yeheskiel mengaku sangat mengenal korban, sebab mereka tinggal di lingkungan yang sama. Dia menyebut, korban merupakan anak yang baik dan tidak mengkonsumsi minuman keras.
“Dia, korban kami tahu dia tidak tahu minum minuman keras, dia anak yang ramah dan saya tahu persis anak korban ini karena saya tinggal di lingkungan yang sama. Jadi, saya minta terkait informasi liar di luar sana tentang korban yang katanya dia mabuk saat kejadian itu, itu tidak benar,” paparnya.
Dia berharap, Pemerintah Kota Sorong kembali melihat regulasi yang mengatur terkait minuman keras di Kota Sorong. Sebab, kata Yeheskiel miras adalah dalang dari kekacauan di Kota Sorong.
“Kami mohon kepada pemerintah agar punya tindakan yang membatasi Miras ini, jangan hanya lihat ada PADnya saja tapi lihat dampak negatifnya karena kami masyarakat yang terdampak dan kami dari kepala suku yang selalu turun tangan menyelesaikan dampak dari miras ini. Kami ingin tanah Papua ini damai dan tenang. Kami mau saling menghargai,” pungkasnya (rin)