KOTA SORONG – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sorong Kota menggerebek sebuah tempat praktik aborsi ilegal di Kilometer 7, Jalan Frans Kaisiepo, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (23/6/2025).
Tempat ini diketahui telah beroperasi secara diam-diam sejak tahun 2020.

Kapolres Sorong Kota, Kombes Pol. Happy Perdana Yudianto, menyampaikan kepada awak media bahwa pengungkapan ini merupakan hasil penyelidikan intensif yang dilakukan jajaran Polresta selama beberapa waktu terakhir.
“Tersangka berinisial BF (49) dan DS (47) telah kami amankan. Dari hasil pemeriksaan awal, penyidik sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup, termasuk keterangan saksi dan barang bukti lainnya,” jelas Kapolresta.
Menurut Kapolres, kedua tersangka mengaku sebagai bidan saat dilakukan penggerebekan, namun tidak dapat menunjukkan bukti kompetensi maupun legalitas profesi yang sah. Identitas dan latar belakang keduanya masih dalam pendalaman penyidik.
Dikatakan bahwa Praktik aborsi ilegal ini dilakukan dengan modus cukup sistematis. Para korban terlebih dahulu menghubungi pelaku melalui WhatsApp atau media sosial. Setelah sepakat, korban datang ke rumah pelaku untuk diperiksa secara kasar tanpa prosedur medis yang sah.
“Korban diberi obat untuk menggugurkan kandungan, lalu diminta datang kembali setelah beberapa hari untuk proses pengeluaran sisa janin,” ungkap Kapolres.
Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian, termasuk obat-obatan, alat medis, serta rekaman CCTV yang terpasang oleh pelaku di dalam rumah tersebut.Dari hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa tarif jasa aborsi yang dipatok pelaku berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4 juta, tergantung usia kandungan korban. Polisi menduga praktik ini telah dilakukan terhadap puluhan perempuan sejak lima tahun terakhir.
“Kami kesulitan mengetahui jumlah pasti korban, karena faktor aib membuat korban enggan bicara. Tapi pengakuan tersangka menunjukkan jumlahnya bisa sangat banyak,” jelas Kapolresta.
Lebih mengejutkan lagi, tersangka mengaku menguburkan janin hasil aborsi di sekitar rumah.
Polisi saat ini tengah mendalami pengakuan tersebut dan berencana melakukan ekskavasi lanjutan di tempat kejadian perkara.Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 428 ayat 1 junto Pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Pasal 348 ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal yang dikenakan adalah pidana penjara 5 tahun 6 bulan.
“Kasus ini masih terus kami kembangkan. Tidak tertutup kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas. Hingga kini, kami telah memeriksa delapan saksi, termasuk tiga saksi ahli dari kalangan medis,” pungkasnya.(pjs)